"Sahabat Manusia" Yang Terabaikan
Tingginya pertumbuhan kelas menengah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, memunculkan sebuah kisah pilu tentang anjing-anjing yang dibuang.
Pluto, seekor anjing berbulu coklat, ditelantarkan pemiliknya karena tidak mampu lagi mengurus. Satu bulan sudah anjing ini menginap di rumah Susana Somali, pendiri Pejaten Shelter, di Jakarta Selatan.
Kondisi Pluto pada saat itu sudah kurus kering. Dan semakin hari tubuhnya semakin lemas dan menciut karena sakit gagal ginjal yang diderita.
Kamis (16/05) pagi, Pluto yang tak lagi bisa berdiri itu muntah sehabis diberi obat dan makanan cair. "Coba dikasih minum, perutnya belum mau terima, nanti dicoba lagi," ujar Susan dengan sabar.
Pluto tidak sendiri, di sebelahnya ada Rosi, seekor anak anjing berwarna hitam yang tertabrak mobil di jalan. Pagi itu, Rosi juga kebagian dicekoki makanan cair karena sudah tak mampu makan sendiri.
Cukup parah
Susan, yang berprofesi sebagai dokter spesialis patologi klinik ini, mengatakan kasus seperti Rosi dan Pluto sering ia temui dalam kesehariannya mengurus Pejaten Shelter. Bahkan, laporan tentang anjing liar di sekitar Jakarta yang diterima Pejaten Sheter bisa datang setiap hari.
Pejaten Shelter yang berdiri pada 2009 lalu, kini telah menampung 300 anjing, sebagian ditemukan di jalan dengan laporan dari warga, sebagian lagi malah diantar sendiri oleh pemilik.
Image caption Kasus penelantaran anjing seperti kasus Pluto banyak terjadi.
"Nyatanya keberadaan shelter selama beberapa tahun terakhir, tidak mengubah apapun. Kita harus berupaya lebih dari itu dengan melakukan edukasi dan lobi ke pemerintah," katanya kepada wartawan BBC Indonesia .
Karin Franken, salah satu pendiri Jakarta Animal Aid Network (JAAN), yang juga memiliki perhatian terhadap kasus penelantaran anjing mengatakan kondisi anjing terlantar di Jakarta sudah terbilang cukup parah.
"Kalau 20 tahun lalu ketika saya memulai gerakan ini, kebanyakan anjing kampung yang dibuang, sekarang banyak anjing ras juga terlantar karena sepertinya anjing ras sedang tren dan semua orang mampu untuk beli," katanya awal Mei lalu kepada BBC Indonesia.
Setelah membeli anjing ras, sebagian pemilik tampaknya bosan dan tidak merawat sehingga anjing dibuang begitu saja.
"Jumlahnya terlalu banyak, sedangkan yang tanggung jawab dengan mereka masih sangat kurang. Saat ini banyak tempat penampungan anjing atau organisasi penyelamat yang penuh."
Susana Somali memiliki teori sendiri soal penyebab maraknya penelantaran anjing. Dia menilai, perpindahan perilaku dari orang desa ke kota menuntut orang mengubah pemikirannya dalam merawat anjing.
Undang-undang perlu sekali, tidak hanya menciptakan sistem yang benar, tetapi punya efek yang nantinya dapat mengedukasi masyarakat.Susana Somali
"Dulu anjing dilepas begitu saja karena halaman luas, tapi ketika hidup di kota, halaman sempit. Kalau mau dilepas, anjing bisa membahayakan pengendara motor dan bisa mengganggu penduduk sekitar."
Butuh perhatian negara
Persoalan seperti ini, menurut Susan, harus segera dipikirkan oleh negara karena gerakan warga saja -dengan membangun shelter dan menyelamatkan anjing- tidaklah cukup untuk menyelesaikan persoalan.
"Tentu kita tahu banyak rakyat yang masih kelaparan, tetapi kita tidak bisa menunggu sampai semua rakyat jadi kenyang baru kita pikirkan yang lain," katanya.
"Ketika orang utan dan komodo mulai dipikirkan, itu karena pihak asing mulai bergerak. Kalau binatang peliharaan kasusnya agak susah karena bukan kategori wildlife."
Isu paling penting adalah segera membuat undang-undang yang mengatur dan menertibkan bisnis pengembang biak binatang peliharaan, praktek dokter hewan, dan sistem kontrol terhadap populasi -yang termasuk juga penyediaan shelter negara.
"Undang-undang perlu sekali, tidak hanya menciptakan sistem yang benar, tetapi punya efek yang nantinya dapat mengedukasi masyarakat," sambung Susan.
Edukasi
Image caption Susana Somali rajin mengurus 300 anjing di Pejaten Shelter, termasuk masalah kesehatan.
Hingga kini, Pejaten Shelter dan Jakarta Animal Aid Network terus mengupayakan edukasi terhadap masyarakat tentang komitmen dan tanggung jawab memelihara binatang.
"Situasi tidak berubah jika kita tidak edukasi dulu. Kalau mau adopsi pun, jangan asal, kita harus tahu kepribadian anjing tersebut dan kebutuhannya, apakah cocok dengan lingkungan atau tidak," kata Karin.
JAAN, walau tidak memiliki shelter, sejak lima tahun terakhir telah menyelamatkan ratusan anjing di jalan, melakukan sterilisasi, dan juga memproses adopsi.
"Tidak ada yang bisa diharapkan dari pemerintah, kita yang harus beri contoh. Kalau tidak bisa menampung, paling tidak kita bisa steril dulu induknya untuk menekan populasi," tambah Susan.
Saat ini, Susan menaksir ada sekitar tujuh shelter di sekitar Jakarta dengan kapasitas 200 hingga 300 ekor anjing. Tetapi banyak di antaranya merupakan tempat yang tertutup dan tidak menerima tamu dan adopsi.
Data dari Bank Dunia menyebut pada 2010, jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 146 juta atau 57% dari total populasi sebesar 234 juta. Sementara 32 juta lainnya masih hidup di bawah garis kemiskinan nasional.
Sumber:
bbc Indonesia
0 comments:
Post a Comment